Bagaimana Cara Menemukan Fosil di Indonesia?

Bagaimana Cara Menemukan Fosil di Indonesia?

Kecanggihan teknik pencarian fosil belum bisa menyamai teknologi perburuan harta karun. Harta karun yang diburu utamanya adalah benda-benda berharga seperti uang koin dan perhiasan. Baik untuk kepentingan akademik atau keuntungan pribadi, tinggalan harta karun yang diburu kebanyakan merupakan objek yang mengandung logam.y Prosesnya dimudahkan dengan alat pendeteksi mineral logam tertentu, sederhananya, seperti alat pendeteksi ranjau di bawah permukaan tanah.

Memburu fosil tidak seperti memburu harta karun, karena fosil biasanya jarang memiliki konsentrat kandungan mineral logam kadar tinggi. Dalam upaya pencarian fosil, para peneliti fosil umumnya masih menggunakan cara-cara konvensional.

Fosil merupakan jejak organisme baik berupa hewan atau tumbuhan, yang pada dasarnya adalah batuan, hanya saja bentuk organis atau anatomisnya masih terawetkan dengan baik. Proses fosilisasi membuat bagian keras dari organisme, seperti tulang, gigi, cangkang, tanduk, gading, cangkang, dan batang, terubah menjadi mineral.

Kandungan mineral yang terkandung pada fosil, kurang lebih sama dengan kandungan mineral endapan batuan penampung fosil sekelilingnya, sehingga tidak akan terdeteksi kontras perbedaan karakteristik mineral ketika sinyal pendeteksi logam ditransmisikan ke dalam tanah.

Hingga kini, secara umum ada tiga cara mencari fosil, cara pertama adalah menelusuri catatan atau manuskrip peneliti terdahulu (bibliographic tracing). Di Indonesia, konteks rekaman catatan ini bisa didapatkan dari hasil tulisan ilmuwan asing masa kolonialisme Hindia-Belanda, baik yang sengaja mengadakan ekskavasi paleontologi skala besar, maupun fosil yang secara tidak sengaja ikut tergali selama proses eksploitasi penambangan. Para ahli paleontologi generasi saat ini biasanya akan mendatangi kembali lokasi tersebut, dengan harapan ada fosil yang ditemukan di sekitar titik penemuan terdahulu, atau merekam kembali kondisi lapisan batuan (stratigrafi) yang mungkin dahulu terlewat untuk dicatat.


Contoh bibliographic tracing pada laporan temuan objek paleontologi dan arkeologi pada tahun 1915 di Trinil, Sungai Bengawan Solo 

Cara kedua adalah dengan proses pencarian mandiri (prospecting), artinya para ahli paleontologi dengan tingkat keilmuannya, menelusuri lapisan-lapisan batuan penampung fosil langsung di lapangan. Petunjuknya didapatkan dari pendalaman stratigrafi lokasi penelitian yang menargetkan lapisan batuan dengan lingkungan pengendapan tertentu.

Pada pengaplikasiannya, apabila fosil yang dicari adalah fosil hewan darat, maka lapisan batuan yang dicari adalah yang memiliki karakteristik pengendapan darat, contohnya sungai dangkal, muara, atau tepi danau. Sederhananya, fauna darat purba cenderung hidup berkumpul di daerah sekitar sumber air, sebelum mereka mati, terkubur, dan terjadi proses fosilisasi.